Dari Titik Nol kita berangkat, kepada Titik Nol kita kembali …
Itulah sebaris kalimat yang
membuat gue termenung, sebaris kalimat yang sedikit banyak menyindir gue. Lewat
buku Titik Nol, Agustinus Wibowo,
berhasil menyindir gue, berhasil mengungkap sisi lain dari sebuah
perjalanan, entah itu perjalanan dalam
arti sebenarnya maupun “perjalanan” yang lain. Yang bikin gue betah untuk terus
membuka lembar demi lembar halaman ialah uniknya sisi pandang Agustin dalam
melihat suatu perjalanan. Awalnya gue kira buku ini kaya buku-buku travel guide yang biasa, yang isinya
list tempat wisata recommended, budgeting trip, itinerary, dan segala tetek bengek tentang travelling maupun backpacking.
Lumayan, pikir gue, buat nambah-nambah info tentang dunia jalan-jalan gue.
Ternyata, semua salah besar HAHAHA.
Titik Nol - Agustin Wibowo |
Yang membuat buku ini tambah
menarik bagi gue ialah bagaimana Agustin menggambarkan kegalauan, kegundahan
serta kebimbangan hatinya ketika homesick
menyerang, hal yang wajar bagi pejalan yang telah lama jauh dari kehangatan
keluarga, jauh dari rumah. Apalagi ketika dia mendapat kabar bahwa Ibunda
tercinta didiagnosis menderita kanker. Dengan
pandai, Agustin menyisipkan sekelumit cerita masa kecil, cerita tentang
keluarga kecilnya, hingga cerita bagaimana perjuangan sang Ibunda melawan
kanker yang terus menggerogoti tubuh hingga menjelang ajal menjemput sang
Ibunda. Seketika emosi sedih, haru hingga bangga pun ikut gue rasakan. Karena
sejauh apapun kita pergi, sejauh apapun kita melangkah, keluarga merupakan
tempat kita kembali, tempat kita memeluk kebahagiaan hakiki.
“ Ma, Safarnama itu bukan melulu tentang kisah-kisah eksotis.
Perjalanan itu bukan hanya soal geografi dan konstelasi, perpindahan fisik,
lokasi dan lokasi. Perjalanan adalah melihat rumah sendiri layaknya pengunjung
yang penuh rasa ingin tahu, adalah menemukan diri sendiri dari sudut yang
selalu baru, adalah menyadari bahwa
Titik Nol bukan berhati berhenti di situ. Kita semua adalah kawan seperjalanan,
rekan seperjuangan, yang berangkat dari Titik Nol, kembali ke Titik Nol. Titik
nol dan titik akhir itu ternyata adalah titik yang sama. Tiada awal, tiada
akhir. Yang ada ialah lingkaran sempurna, tanpa sudut tanpa batas. Kita jauh
melanglang sesungguhnya hanya untuk kembali” – Sepenggal surat Agustin
untuk Ibunda tercinta.
Mungkin
sebagian dari kalian menganggap gue lebay, terlalu mendramatisir dalam
menceritakan isi buku ini. So, read this book and see the magic happens. HAHAHA.
Thanks to Bundo Hesti yang sudah
mengenalkan buku ini ke gue, sekarang waktunya gue mengenalkan buku ini ke
kalian semua. The last but absolutely not
least, big thanks to Agustin Wibowo for the amazing journey you have shared to
us. Thank you for your Titik Nol.
@agzthermawan